Suku Talang Mamak

Diposting oleh DEMZHOTSPOT | 01.25 | 0 komentar »

Dalam petualangannya kali ini, citizen reporter Asfriyanto mengajak kita menelusuri Taman Nasional Bukit Tiga Puluh Provinsi Riau dan mengenal lebih dekat suku Talang Mamak. Persoalan klasik masyarakat terpencil ditemuinya di tengah hutan ini; pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan yang hanya mimpi kosong. Jangan heran bila warga suku Talang Mamak bahkan tak tahu siapa presiden Indonesia sekarang. (p!)
Kamilah mamak (paman) dari semua suku sejak dari hulu Kuantan sampai hulu Gangsal,” ujar Pak Katak dengan dialek Melayu yang kental. Selain sebagai kemantan atau dukun utama suku Talang Mamak, ia juga merupakan Batin atau kepala suku di pedalaman kawasan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh Provinsi Riau.

Kuantan dan Gangsal sendiri adalah dua sungai purba yang masih mengalir sampai sekarang di Riau. Peran penting sungai ini pada masa lalu ditunjukkan dengan banyaknya reruntuhan situs masa Hindu-Budha seperti candi dan petilasan-petilasan purba yang tersebar di sisi kiri dan kanan tebing sungai. Cerita tutur masyarakat Talang Mamak dan suku-suku penghuni kawasan pedalaman Jambi dan Riau percaya bahwa dua sungai ini merupakan titik tolak peradaban mereka yang paling purba.

Namun saat ini kawasan kehidupan suku Talang Mamak telah jauh meningalkan dua sungai tersebut. Akibat perkembangan zaman, perlahan mereka terdesak jauh dan lebih ke pedalaman lagi menuju jantung pulau Sumatera yang saat inipun mulai tergusur oleh para pemegang izin Hak Pengelolaan Hutan (HPH) dan perkebunan kelapa sawit. Praktis di tengah pergulatan itu, sisa-sisa suku Talang Mamak saat ini hanya ditemukan di sekitar kawasan Taman Nasioanal Bukit Tiga Puluh saja. Hanya sedikit yang mau bermukim kembali di bibir sungai Gangsal, muasal kehidupan nenek moyang mereka.

Mengunjungi Pak Katak di kawasan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh merupakan perjalanan yang melelahkan. Izin harus diperoleh dari pengelola kawasan Taman Nasional di kota Rengat, ibukota kabupaten Inderagiri Hulu. Tanpa izin dari mereka, mustahil bisa memasuki kawasan ini dengan aman. Hal itu disebabkan, masih banyaknya binatang buas semisal harimau Sumatera yang lapar dan ancaman dari para pembalak liar yang akan sangat mungkin ditemui ketika memasuki kawasan itu.

Beredar cerita di kalangan para pendaki, para pembalak di kawasan tersebut tidak segan-segan membunuh orang asing yang memasuki kawasan hutan apalagi jika diketahui membawa kamera. Konon mereka, para pembalak itu juga mempersenjatai diri dengan senjata api. Karena itu, permohonan izin dari kantor taman nasional Bukti Tiga Puluh sekaligus juga berarti meminta pengawalan bersenjata untuk memasuki kawasan tersebut.

0 komentar